Seni Menemukan Ketenangan di Tengah Riuh Dunia


Sangguru.id Dalam hiruk pikuk kehidupan, sering kali hati menjadi tempat paling bising di antara segala kebisingan. Di luar mungkin kita tampak tenang—tersenyum, bekerja, berinteraksi seperti biasa—namun di dalam dada, hati bergejolak oleh rasa yang sulit dijelaskan: kecewa, takut, cemburu, atau mungkin kehilangan arah. Di sinilah pentingnya menata hati, bukan sekadar menenangkan perasaan, tetapi mengembalikan kesadaran bahwa hati adalah cermin hubungan kita dengan Tuhan dan dengan diri sendiri.

Menata hati bukan perkara mudah. Ia butuh kejujuran yang sering kali menyakitkan. Butuh keberanian untuk mengakui bahwa ada sesuatu yang belum selesai di dalam diri. Banyak orang berusaha menata hidupnya: memperbaiki karier, memperluas relasi, menata rumah agar tampak indah—namun lupa menata ruang batin yang lebih utama. Padahal, hati yang kusut bisa membuat segalanya tampak buram, bahkan kebahagiaan yang sebenarnya ada di depan mata.


Dalam pandangan Islam, hati (qalb) memiliki kedudukan yang sangat penting. Rasulullah ﷺ bersabda, “Ketahuilah bahwa dalam tubuh ada segumpal daging; jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh, dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itulah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini mengajarkan bahwa menata hati bukan hanya urusan spiritual, tetapi juga fondasi moral dan perilaku sehari-hari.

Menata hati berarti belajar menerima takdir dengan lapang, tanpa menyerah pada keadaan. Ia adalah latihan melepaskan hal-hal yang tidak bisa dikendalikan, dan menundukkan ego di hadapan kehendak Allah. Kadang, ketenangan tidak datang dari memiliki lebih banyak, tetapi dari melepaskan lebih banyak—melepaskan dendam, ekspektasi, bahkan rasa ingin selalu dimengerti.

Hati yang tertata bukan berarti hati yang tak pernah sedih. Justru, hati yang tertata adalah hati yang bisa bersedih tanpa kehilangan arah, bisa kecewa tanpa kehilangan harapan, dan bisa tersenyum meski dunia belum berpihak. Ia tahu bahwa setiap luka adalah bagian dari pendidikan jiwa, dan setiap ujian adalah tanda kasih Tuhan.

Pada akhirnya, menata hati adalah perjalanan seumur hidup. Ia bukan tujuan yang dicapai sekali, melainkan proses yang harus dijaga setiap hari—dengan doa, zikir, refleksi, dan kejujuran kepada diri sendiri. Sebab, hanya hati yang tertata yang mampu melihat dunia dengan jernih, mencintai tanpa pamrih, dan berjalan di bawah cahaya-Nya dengan tenang.

“Sesungguhnya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

0 Response to "Seni Menemukan Ketenangan di Tengah Riuh Dunia"

Posting Komentar